MENIKMATI MEMEK SEPUPU KU TASYA
Aku lihat sekali lagi catatanku. Benar, itu rumah nomor 27. Pasti itu rumah Om Ridho, kerabat jauh ayahku. Kuhampiri pintunya dan kutekan bel rumahnya. Tidak lama kemudian dari balik pintu muncul muka yang sangat cantik.“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Ridho? nama saya Bobi.”
“Oh.. sebentar ya, Pak… ini Bobinya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.
Kemudian aku dipersilakan masuk, dan setelah Om Ridho keluar dan menyambutku dia pun berkata dengan ramah,
“Bobi, papimu barusan nelpon, nanyain apa kamu sudah datang. Ini kenalin, anak Om, namanya Tasya, terus anterin Bobi ke kamarnya, kan dia cape, biar dia istirahat dulu, nanti baru deh ngobrol-ngobrol lagi.”
Aku datang ke kota ini karena diterima disalah satu Universitas, dan oleh papi aku disuruh tinggal dirumah Om Ridho. Tasya ternyata baru kelas 1 SMA. Dia anak tunggal. Badannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 165 cm, tapi mukanya sangat lucu, dengan bibir yang agak penuh. Di sini aku diberi kamar di lantai 2, bersebelahan dengan kamar tasya.
Aku sudah 3 bulan tinggal di rumah Om Ridho, dan karena semuanya ramah, aku jadi betah. Lebih lagi Tasya. Kadang-kadang dia suka tanya-tanya soal pelajaran sekolah, dan aku berusaha membantu. Aku sering mencuri-curi untuk memperhatikan Tasya.
Kalau di rumah, dia sering memakai daster yang pendek hingga pahanya yang putih mulus menarik perhatianku. Selain itu buah dadanya yang baru mekar juga sering bergoyang-goyang di balik dasternya. Aku jadi sering membayangkan betapa indahnya badan Sepupuku Tasya seandainya sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Suatu hari pulang kuliah sesampainya di rumah ternyata sepi sekali. Di ruang keluarga ternyata Tasya sedang belajar sambil tiduran di atas karpet.
“Sepi sekali, sedang belajar yah? Tante kemana?” tanyaku.
“Eh.. Bobi, iya nih, aku minggu depan ujian, nanti aku bantuin belajar yah.., Mami sih lagi keluar, katanya sih ada perlu sampai malem.”
“Iya deh, aku ganti baju dulu.”
Kemudian aku masuk ke kamarku, ganti dengan celana pendek dan kaos oblong. Terus aku tidur-tiduran sebentar sambil baca majalah yang baru kubeli. Tidak lama kemudian aku keluar kamar, lapar, jadi aku ke meja makan. Terus aku teriak memanggil Tasya mengajak makan bareng.
Tapi tidak ada sahutan. Dan setelah kutengok ke ruang keluarga, ternyata Tasya sudah tidur telungkup di atas buku yang sedang dia baca, mungkin sudah kecapaian belajar, pikirku. Nafasnya turun naik secara teratur. Ujung dasternya agak tersingkap, menampakkan bagian belakang pahanya yang putih. Bentuk pantatnya juga bagus.
Memperhatikan Tasya Sepupuku tidur membuatku terangsang. Aku merasa kemaluanku mulai tegak di balik celana pendek yang kupakai. Tapi karena takut ketahuan, aku segera ke ruang makan. Tapi nafsu makanku sudah hilang, maka itu aku cuma makan buah, sedangkan otakku terus ke Tasya.. Kemaluanku juga semakin berdenyut. Akhirnya aku tidak tahan, dan kembali ke ruang keluarga.
Ternyata posisi tidur Tasya sudah berubah, dan dia sekarang telentang, dengan kaki kiri dilipat keatas, sehingga dasternya tersingkap sekali, dan celana dalam bagian bawahnya kelihatan.
Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan berenda, sehingga bulu-bulunya membayang di bawahnya. Aku sampai tertegun melihatnya. Kemaluanku tegak sekali di balik celana pendekku. Buah dadanya naik turun teratur sesuai dengan nafasnya, membuat kemaluanku semakin berdenyut.
Ketika sedang nikmat-nikmat memandangi, aku dengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Om Ridho sudah pulang. Aku pun cepat-cepat naik kekamarku, pura-pura tidur.
Dan aku memang ketiduran sampai agak sore, dan aku baru ingat kalau belum makan. Aku segera ke ruang makan dan makan sendirian. Keadaan rumah sangat sepi, mungkin Om dan Tante sedang tidur. Setelah makan aku naik lagi ke atas, dan membaca majalah yang baru kubeli. Sedang asyik membaca, tiba-tiba kamarku ada yang mengetuk, dan ternyata Tasya.
“Bobi, aku baru dibeliin kalkulator nih, entar aku diajarin yah cara makainya. Soalnya rada canggih sih”, katanya sambil menunjukkan kalkulator barunya.
“Wah, ini kalkulator yang aku juga pengin beli nih. Tapi mahal. Iya deh, aku baca dulu manualnya. Entar aku ajarin deh, kayaknya sih tidak terlalu beda dengan komputer”, sahutku.
“Ya sudah, dibaca dulu deh. Tasya juga mau mandi dulu sih”, katanya sambil berlalu ke teras atas tempat menjemur handuk.
Aku masih berdiri di pintu kamarku dan mengikuti Tasya dengan pandanganku. Ketika mengambil handuk, badan Tasya terkena sinar matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya dengan jelas di balik dasternya. Aku jadi teringat pemandangan siang tadi waktu dia tidur.
Kemudian sewaktu Tasya berjalan melewatiku ke kamar mandi, aku pura-pura sedang membaca manual kalkulator itu. Tidak lama kemudian aku mulai mendengar suara Tasya yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Kembali imajinasiku mulai membayangkan Tasya yang sedang mandi, dan hal itu membuat kemaluanku agak tegang. Karena tidak tahan sendiri, aku segera mendekati kamar mandi dan mencari cara untuk mengintipnya, dan aku menemukannya.
Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip lewat celah ventilasi kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke celah itu, dan ya Tuhan… aku! Melihat Tasya yang sedang menyabuni badannya, mengusap-usap dan meratakan sabun ke seluruh lekuk tubuhnya. Badannya sangat indah, jauh lebih indah dari yang kubayangkan.
Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang kecoklatan, perutnya yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya, pahanya, semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang.Tapi aku tidak berlama-lama mengintipnya, karena selain takut ketahuan, juga aku merasa tidak enak mengintip orang mandi. Aku segera ke kamarku dan berusaha menenangkan perasaanku yang tidak karuan.
Malamnya sehabis makan, aku dan Om Ridho sedang mengobrol sambil nonton TV, dan Om Ridho bilang kalau besok mau keluar kota dengan istrinya seminggu. Dia pesan supaya aku membantu Tasya kalau butuh bantuan. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Tidak lama kemudian Tasya mendekati kita.
“Bobi, tolongin aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian, ayo!” katanya sambil menarik-narik tanganku. Aku mana bisa menolak. Aku pun mengikuti Tasya berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Ridho yang senyum-senyum melihat Tasya yang manja. Beberapa menit kemudian kita sudah terlibat dengan soal-soal yang memang butuh konsentrasi.
Tasya duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku bersemangat sekali mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada Tasya kelihatan dari dasternya yang longgar. Aku lihat Tasya tidak pakai beha. Kemaluanku berdenyut-denyut, tegak di balik celana dan kelihatan menonjol.
Aku merasa bahwa Tasya tahu kalau aku suka curi melihat buah dadanya, tapi dia tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin terbuka sampai aku bisa melihat putingnya. Karena sudah tidak tahan, sambil pura-pura menjelaskan soal aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel ke punggungnya. Tasya pasti juga bisa merasakan kemaluanku yang tegak. Tasya sekarang cuma diam saja dengan muka menunduk.
“Tasya, kamu cantik sekali..” kataku dengan suara yang sudah bergetar, tapi Tasya diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi makin beLia mengusap-usap pundaknya yang terbuka, karena tali dasternya sangat kecil. Sementara kemaluanku semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku pun semakin turun ke arah dadanya.
Aku merasa nafas Tasya sudah memburu seperti suara nafasku juga. Aku jadi semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai kepinggiran buah dada, tiba-tiba tangan Tasya mencengkeram dan menahan tanganku. Mukanya mendongak kearahku.
“Bobi aku mau diapain..” Rintihnya dengan suara yang sudah bergetar. Melihat mulutnya yang setengah terbuka dan agak bergetar-getar, aku jadi tidak tahan lagi. Aku tundukkan muka, kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang sangat hangat, kenyal, dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan penuh perasaan, dan Tasya membalas ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku. Dengan pelan-pelan badan Tasya aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan denganku. Dan masih sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan gemas. Buah dadanya keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya .
Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah ke dalam mulutnya, dan mengait-ngait lidahnya, membuat nafas Tasya semakin memburu, dan tangannya mulai mengusap-usap punggungku. Tanganku pun tidak tinggal diam, mulai turun ke arah pinggulnya, dan kemudian dengan gemas mulai meremas-remas pantatnya. Pantatnya sangat empuk. Aku remas-remas terus dan aku semakin rapatkan kebadanku hingga kemaluanku terjepit perutnya.
Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas pundaknya. Dengan gemetar tali dasternya kuturunkan dan dasternya turun ke bawah dan teronggok di kakinya. Kini Lia tinggal memakai celana dalam saja. Aku memeluknya semakin gemas, dan ciumanku semakin turun. Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat lehernya, dan Tasya mulai mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang kepalaku.
Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku renggangkan pelukanku. Aku pandangi badannya yang setengah telanjang. Buah dadanya bulat sekali dengan puting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya. Dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Aku ciumi susunya dengan ganas, putingnya aku mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah aku mainkan dengan tanganku.
“Aduuhh.. aahh.. aahh”, Tasya semakin merintih-rintih ketika dengan gemas putingnya aku gigit-gigit sedikit.
Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Tangan Tasya kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap kulit punggungku.
“Bobbiii.. aahh.. baju kamu dibuka dong.. aahh..” Akupun mengikuti keinginannya. Tapi selain baju, celana juga kulepas, hingga aku juga cuma pakai celana dalam. Mulutnya kembali kucium dan tanganku memainkan susunya.
Penisku semakin keras karena Tasya menggesek-gesekkan pinggulnya sembari mengerang-erang. Tanganku mulai menyelinap ke celana dalamnya. Bulu kemaluannya aku usap-usap, dan kadang aku garuk-garuk. Aku merasa vaginanya sudah basah ketika jariku sampai ke mulut vaginanya. Dan ketika tanganku mulai mengusap clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar. Mulutnya mengisap mulutku dengan keras.
Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama semakin kencang, dan semakin kencang. Pantat Tasya ikut bergoyang, dan semakin rapat menekan, sehingga penisku semakin berdenyut.
Sementara clitorisnya masih aku putar-putar, jariku yang lain juga mengusap bibir vaginanya. Tasya menggelinjang semakin keras, dan pada saat tanganku mengusap semakin kencang, tiba-tiba tanganku dijepit dengan pahanya,dan badan Lia tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahh aahh Bobii.. adduuuhh aahh aahh aahh”,
Dan setelah beberapa saat akhirnya jepitannya berangsur semakin mengendur. Tapi mulutnya masih mengerang-erang dengan pelan.
“Bpb.. aku boleh yah pegang punya kamu”, tiba-tiba bisiknya di kupingku. Aku yang masih tegang sekali merasa senang sekali.
“Iyaa.. boleh..” bisikku. Kemudian tangannya kubimbing ke celana dalamku.
“Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku. Terasa nikmat sekali. Tasya juga terangsang lagi, karena sambil mengusap-usap kepala penisku, mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian mulutnya kucium lagi dengan ganas. Dan penisku mulai di genggam dengan dua tangannya, di urut-urut dan cairan pelumas yang keluar diratakan keseluruh batangku.
Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai dikocok-kocok, semakin lama semakin kencang, dan pantatnya juga ikut digesekkan kebadanku. Tidak lama kemudian aku merasa badanku bergetar, terasa ada aliran hangat di seluruh tubuhku, aku merasa aku sudah hampir orgasme.
“Tasyaaaa.. aku hampir keluar..” bisikku yang membuat genggamannya semakin erat dan kocokannya makin kencang.
“Aahh.. Tasyaaaaaa.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku memancar cairan yang menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak.
Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Tasya tidak berhenti mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis oleh tangannya. Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya membuat Tasya semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat lagi sampai aku merasa lemas sekali.
Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di lantai. Dan tangan Tasya berlumuran spermaku ketika dikeluarkan dari celana dalamku. Kita berpandangan, dan bibirnya kembali kukecup, sedangkan tangannya aku bersihkan pakai tissue. Dan secara kebetulan aku melihat ke arah jam.
“Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam sekali nih, aku ke kamarku dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku sembari berharap mudah-mudahan suara desahan kita tidak sampai ke kuping orang tuanya. Setelah Tasya mengangguk, aku bergegas menyelinap ke kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak sekali.
Pagi itu aku bangun kesiangan, seisi rumah rupanya sudah pergi semua. Aku pun segera mandi dan berangkat ke kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat, pikiranku tidak bisa konsentrasi sedikit pun, yang kupikirkan cuma Tasya.
Aku pulang ke rumah sekitar jam 3 sore, dan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku sedang nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Tasya keluar dari kamarnya, sudah berpakaian rapi. Dia mendekat dan mukanya menunduk.
“Bobi, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara, sebentar yah aku ganti baju dulu” jawabku, dan aku buru-buru ganti baju dengan jantung berdebaran. Setelah siap, aku pun segera mengajaknya berangkat. Tasya menyarankan agar kita pergi dengan mobilnya. Aku segera mengeluarkan mobil, dan ketika Tasya duduk di sebelahku, aku baru sadar kalau dia pakai rok pendek, sehingga ketika duduk ujung roknya makin ke atas. Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas melirik kepahanya.
Sesampainya di bioskop, aku beLiakan memeluk pinggangnya, dan Tasya tidak menolak. Dan sewaktu mengantri di loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Lia merasa penisku sudah tegang karena menempel di pantatnya. Tasya meremas tanganku dengan kuat. Kita memesan tempat duduk paling belakang, dan ternyata yang menonton tidak begitu banyak, dan di sekeliling kita tidak ditempati.
Kami segera duduk dengan tangan masih saling meremas. Tangannya sudah basah dengan keringat dingin, dan mukanya selalu menunduk. Ketika lampu mulai dipadamkan, aku sudah tidak tahan, segera kuusap mukanya, kemudian kudekatkan ke mukaku, dan kita segera berciuman dengan gemasnya. Lidahku dan lidahnya saling berkaitan, dan kadang-kadang lidahku digigitnya lembut.
Tanganku segera menyelinap ke balik bajunya. Dan karena tidak sabar, langsung saja kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang sebelah kiri aku remas dengan gemas. Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh Tasya.
Tanganku pun semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya, begitu terus, kemudian pindah ke susu yang kanan, dan Tasya mulai mengerang di dalam mulutku, sementara penisku semakin meronta menuntut sesuatu.
Kemudian tanganku mulai mengelus pahanya, dan kuusap-usap dengan arah semakin naik ke atas, ke pangkal pahanya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga sambil berciuman, di keremangan cahaya, aku bisa melihat celana dalamnya. Dan ketika tanganku sampai di selangkangannya, mulut Lia berpindah menciumi kupingku sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah.
Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan mulai memainkan clitorisnya. Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh perasaan, kemudian kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba tangannya mencengkram tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku, sedangkan kupingku digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya tersentak-sentak beberapa saat.
“Bobi.. aduuuhh.. aku tidak tahan sekali.. berhenti dulu yaahh.. nanti di rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun segera mencabut tanganku dari selangkangan.
“Bobi.. sekarang aku mainin punya kamu yaahh..” katanya sambil mulai meraba celanaku yang sudah menonjol.
Kubantu dia dengan kubuka ritsluiting celana, kemudian tangannya menelusup, merogoh, dan ketika akhirnya menggenggam penisku, aku merasa nikmat luar biasa. Penisku ditariknya keluar celana, sehingga mengacung tegak.
“Bobi.. ini sudah basah.. cairannya licin..” rintihnya di kupingku sambil mulai digenggam dengan dua tangan.
Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang kanan ujung penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan cairannya.
“Tasya.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi.
Aku merasa penisku sudah keras sekali. Tasya meremas dan mengurut penisku semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah hampir keluar. Aku bingung sekali karena takut kalau sampai keluar bakal muncrat kemana-mana.
“Tasya.. aku hampir keluar nih.., berhenti dulu deh..” kataku dengan suara yang tidak yakin, karena masih keenakan.
“Waahh.. Tasya belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku gemes..” rengeknya.
“Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja yuk..!” ajakku, dan ketika Tasya mengangguk setuju, segera kurapikan celanaku, juga pakaian Tasya, dan segera kita keluar bioskop meskipun filmnya belum selesai.
Di mobil tangan Tasya kembali mengusap-usap celanaku. Dan aku diam saja ketika dia buka ritsluitingku dan menelusupkan tangannya mencari penisku. Aduh, rasanya nikmat sekali. Dan penisku makin berdenyut ketika dia bilang, “Nanti aku boleh yah nyiumin ininya yah..” Aku pengin segera sampai kerumah.
Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan sambil berpelukan erat-erat. Sewaktu Tasya membuka pintu rumah, dia kupeluk dari belakang, dan kuciumi samping lehernya. Tanganku sudah menyingkapkan roknya ke atas, dan tanganku meremas pinggul dan pantatnya dengan gemas. Tasya kubimbing ke ruang keluarga. Sambil berdiri kuciumi bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia membalas dengan sama gemasnya.
Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman. Sambil melepas bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha. Dengan tak sabar behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir celana dalamnya juga kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.
Badannya yang telanjang kupeluk erat-erat. Ini pertama kalinya aku memeluk seorang gadis dengan telanjang bulat. Dan gadis ini adalah Tasya yang sering aku impikan tapi tidak terbayangkan untuk menyentuhnya.
Semuanya sekarang ada di depan mataku. Kemudian tangan Tasya juga melepaskan bajuku, kemudian celana panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Tasya melakukannya sambil memeluk badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera meloncat keluar dan menekan perutnya.
Uuuhh, rasanya nikmat sekali ketika kulit kita yang sama-sama telanjang bersentuhan, bergesekan, dan menempel dengan ketat. Bibir kita saling melumat dengan nafas yang semakin memburu. Tanganku meremas pantatnya, mengusap punggungnya, mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan bergantian.
Tangan Tasya juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan Tasya bergelinjangan, dan dari mulutnya keluar rintihan yang semakin membangkitkan birahiku. Karena rumah memang sepi, kita jadi mengerang dengan bebas.
Kemudian sambil tetap meremasi penisku, Tasya mulai merendahkan badannya, sampai akhirnya dia berlutut dan mukanya tepat di depan selangkanganku. Mata memandangi penisku yang semakin keras di dalam genggamannya, dan mulutnya setengah terbuka. Penisku terus dinikmati, dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak.
Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala penisku. Aku melihatnya dengan gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak ketika akhirnya bibirnya mengecup kepala penisku. Tangannya masih menggenggam pangkal penisku, dan mengelusnya pelan-pelan. Mulutnya mulai mengecupi kepala penisku berulang-ulang, kemudian memakai lidahnya untuk meratakan cairan penisku. Lidahnya memutar-mutar, kemudian mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap memutari kepala penisku.
Aku semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong penisku sampai terbenam kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya. Rasanya nikmat sekali. Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju mundurkan di dalam mulutnya.
“Mau Dapat Uang Dengan Main Kartu Online Seperti Poker, Kiyu-kiyu,ceme, Capsa? Buruan Daftar Diri Anda di HEBOHQQ dan Dapatkan Jackpot Dari Game Ini”
Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang kepalanya aku tekan-tekan agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya dan lidahnya yang melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak tahan. Apalagi sewaktu Tasya melakukannya semakin cepat, dan semakin cepat, dan semakin cepat.
Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau muncrat, segera kutarik penisku dari mulutnya. Tapi Tasya menahannya dan tetap menghisap penisku. Maka aku pun tidak bisa menahan lebih lama lagi, spermaku muncrat di dalam mulutnya dengan rasa nikmat yang luar biasa.
Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan menyedot penisku sampai spermaku muncrat berkali-kali. Badanku sampai tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun spermaku sudah habis, mulut Tasya masih terus menjilat. Akupun akhirnya tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dengan nafas sama-sama tersengal-sengal kita berbaring di karpet dengan mata terpejam.
“Thanks ya Tasya, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.
“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup, matanya juga, kemudian bibirnya. Mataku memandangi tubuhnya yang terbaring telanjang, alangkah indahnya. Pelan-pelan kuciumi lehernya, dan aku merasa nafsu kami mulai naik lagi. Kemudian mulutku turun dan menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan tanganku mulai meremas susu yang kiri.
Tasya mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat mulut dan tanganku tambah gemas memainkan susu dan putingnya. Aku terus menciumi untuk beberapa saat, dan kemudian pelan-pelan aku mulai mengusapkan tanganku keperutnya, kemudian ke bawah lagi sampai merasakan bulu kemaluannya, kuelus dan kugaruk sampai mulutnya menciumi kupingku.
Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang. Kemudian sambil mulutku terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan clitorisnya yang sudah mulai terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan ke seluruh permukaan vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris dan vaginanya, membuat Tasya semakin menggelinjang dan mengerang. clitorisnya kuputar-putar terus, juga mulut vaginanya bergantian.
“Ahh.. Boobiii.. aahh.. terusss… aahh.. sayaanggg..” mulutnya terus meracau sementara pinggulnya mulai bergoyang-goyang. Pantat Tasya juga mulai terangkat-angkat. Aku pun segera menurunkan kepalaku ke arah selangkangannya, sampai akhirnya mukaku tepat di selangkangannya. Kedua kakinya kulipat ke atas, kupegangi dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga vagina dan clitorisnya terbuka di depan mukaku.
Aku tidak tahan memandangi keindahan vaginanya. Lidahku langsung menjulur dan mengusap clitoris dan vaginanya. Cairan vaginanya kusedot-sedot dengan nikmat. Mulutku menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan lidahku kuselip-selipkan ke lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus begitu, sampai pantatnya terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku sampai aku terbenam di selangkangannya. Aku jilati terus, clitorisnya kuputar dengan lidah, kuhisap, kusedot, sampai Tasya meronta-ronta. Aku merasa penisku sudah tegak kembali, dan mulai berdenyut-denyut.
“Babi.. aku tidak tahan.. aduuhh.. aahh.. enaakk sekaliii.. ” rintihnya berulang-ulang.
Mulutku sudah berlumuran cairan vaginanya yang semakin membuat nafsuku tidak tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya. Sekarang giliran penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil aku duduk mengangkang juga.
Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka. Rasanya nikmat sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Tasya juga merasakan hal yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan menekan penisku digeser-geserkan di clitorisnya.
“Tasya.. aahh.. enakkk.. aahh..”
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”
Kita saling merintih. Kemudian karena penisku semakin gatal, aku mulai menggosokkan kepala penisku ke mulut vaginanya. Tasya semakin menggelinjang. Akhirnya aku mulai mendorong pelan sampai kepala penisku masuk ke vaginanya.
“Aduuuhh.. Bobi.. saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..” rintihnya
“Tahan dulu sebentar… Nanti juga hilang sakitnya..” kataku membujuk
Kemudian pelan-pelan penisku aku keluarkan, kemudian kutekan lagi, kukeluarkan lagi, kutekan lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam sampai masuk hampir setengahnya. Mulut Tasya sampai terbuka tapi sudah tidak bisa bersuara.
Punggung Tasya terangkat dari karpet menahan desakan penisku. Kemudian pelan-pelan kukeluarkan lagi, kudorong lagi, kukeluarkan lagi, terus sampai dia tenang lagi. Akhirnya ketika aku mendorong lagi kali ini kudorong sampai amblas semuanya ke dalam.
Kali ini kita sama-sama mengerang dengan keras. Badan kita berpelukan, mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya menjepit pinggangku dengan keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah mentok ke dinding vaginanya.
Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk beberapa saat lamanya. Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita sama-sama merasakan keenakan yang tiada taranya.
Setelah itu pantatnya sedikit demi sedikit mulai bergoyang, maka aku pun mulai menggerakkan penisku pelan-pelan, maju, mundur, pelan, pelan, semakin cepat, semakin cepat, dan goyangan pantat Tasya juga semakin cepat.
“Bobii.. aduuuhh.. aahh.. teruskan sayang.. aku hampir niihh..” rintihnya.
“Iya.. nihh.. tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng ajaa..” kataku sambil terus menggerakkan penis semakin cepat.
Tanganku juga ikut meremasi susunya kanan dan kiri. Penisku semakin keras, kuhunjam-hunjamkan ke dalam vaginanya sampai pantatnya terangkat dari karpet. Dan aku merasa vaginanya juga menguruti penisku di dalam.
Penisku kutarik dan kutekan semakin cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat.. dannn..”Tasyyaaa.. aku mau keluar niihh..””Iyaa.. keluarin saja.. Tasya juga keluar sekarang niiihh.”Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut dengan pantat Tasya yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding vaginanya dengan keras.
Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras sehingga penisku makin mentok, tangannya mencengkeram punggungku. Vaginanya berdenyut-denyut. Spermaku memancar, muncrat dengan sebanyak-banyaknya menyirami vaginanya.
“aahh… aahh.. aahh..” kita sama-sama mengerang, dan vaginanya masih berdenyut, mencengkeram penisku, sehingga spermaku berkali-kali menyembur. Pantat Lia masih juga berusaha menekan-nekan dan memutar sehingga penisku seperti diperas. Kita orgasme bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya tidak akan berakhir.
Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih menjepit pahaku erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku dengan enaknya sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa sedikitpun.
“aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi selain mengerang-erang keenakan.
Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Tasya dengan penis masih di dalam vaginanya. Kita saling berciuman lagi untuk beberapa saat sambil saling membelai. Kuciumi terus sampai akhirnya aku menyadari kalau Tasya sedang menangis. Tanpa berbicara kita saling menghibur.
Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena penisku. Dan ketika penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang mengalir darah yang bercampur dengan spermaku. Kita terus saling membelai, dan Tasya masih mengisak di dadaku, sampai akhirnya kita berdua tertidur kelelahan dengan berpelukan.
SITUS JUDI POKER TERPECAYA DI HEBOHQQ, KLIK UNTUK DAPAT MENGETAHUI CARA CURANG MAIN POKER ONLINE
Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan kulihat Tasya masih terlelap di sampingku masih telanjang bulat. Segera aku bangun dan kuselimuti badannya pelan-pelan. Kemudian aku segera ke kamar mandi, kupikir shower dengan air hangat pasti menyegarkan.
Aku membiarkan badanku diguyur air hangat berlama-lama, dan memang menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi sekitar 20 menit, ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh punggungku. Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan.
Ternyata Tasya sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa kuketahui. Tangannya memelukku dari belakang, dan badannya merapat di punggungku.
“Aku ikut mandi yah..?” katanya.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap tangannya yang ada di dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa kaget. Sambil tetap memelukku dari belakang, Tasya mengambil sabun dan mulai mengusapkannya di dadaku. Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga merasakan susunya yang menekan punggungku.
Usapan tangan Tasya mulai turun ke arah perutku, dan penisku mulai berdenyut dan berangsur menjadi keras. Tidak lama kemudian tangan Tasya sampai di selangkanganku dan mulai mengusap penisku yang semakin tegak. Sambil menggenggam penisku, Tasya mulai menciumi belakang leherku sambil mendesah-desah, dan badannya semakin menekan badanku.
Selangkangan dan susunya mulai digesek-gesekkan ke pantat dan punggungku, dan tangannya yang menggenggam penisku mulai meremas-remas dan digerakkan ke pangkal dan kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
“Tasya oohh.. nikmat sekali sayang.”
“Bobi uuuhh”, erangnya sambil lidahnya semakin liar menciumi leherku.
Aku yang sudah merasa gemas sekali segera menarik badannya, dan sekarang posisi kita berbalik. Aku sekarang memeluk badannya dari belakang, kemudian pahanya kurenggangkan sedikit, dan penisku diselinapkan di antara pahanya, dan ujungnya yang nongol di depan pahanya langsung di pegang lagi oleh Tasya. Tangan kiriku segera meremasi susunya dengan gemas sekali, dan tangan kananku mulai meremasi bulu kemaluannya.
Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh clitorisnya, Tasya pun mengerang semakin keras dan pahanya menjepit penisku, dan pantatnya mulai bergerak-gerak yang membuat aku semakin merasa nikmat.
Mukanya menengok ke arahku, dan mulutnya segera kuhisap dengan keras. Lidah kami saling membelit, dan jari tanganku mulai mengelusi clitorisnya yang semakin licin. Kepala penisku juga mulai dikocok-kocok dengan lembut.
“Tasya aku tidak tahan nih aduuuhh.”
“Iya Bob.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.”
Badan Tasya segera kubungkukkan, dan kakinya kurenggangkan. Aku segera mengarahkan dan menempelkan ujung penisku ke arah bibir vaginanya yang sudah menganga lebar menantang.
“Bobi.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.” Aku yang sudah gemas sekali segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung amblas semua sampai ke dasar vaginanya. Tasya menjerit keras sekali. Mukanya sampai mendongak.
“aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku yang sudah tidak sabar mulai menggerakkan penisku maju mundur, kuhunjam-hunjamkan dengan kasar yang membuat Tasya semakin keras mengerang-erang. Susunya aku remas-remas dengan dua tanganku.
Tidak lama kemudian Tasya mulai menikmati permainan kita, dan mulai menggoyangkan pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku. Aku menjadi semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak dasar vaginanya. Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku juga menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan kuat sekali. Tapi tiba-tiba Tasya melepaskan diri.
“hh sekarang giliranku aku sudah hampir sampai.” katanya. Kemudian aku disuruh duduk selonjor di lantai di antara kaki Tasya yang mulai menurunkan badannya. Penisku yang mengacung ke atas mulai dipegang Tasya, dan di arahkan ke bibir vaginanya.
Tiba-tiba Tasya menurunkan badannya duduk di pangkuanku sehingga penisku langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita sama-sama mengerang dengan keras, dan mulutnya yang masih menganga kuciumi dengan gemas.
Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama makin keras. Tasya melakukannya dengan ganas sekali.
Pantatnya juga diputar-putar sehingga aku merasa penisku seperti dipelintir.
“Bobiii.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr, uuuhh…” Erangnya sambil terus menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku beralih dari mulutnya ke susunya yang bulat sekali. Putingnya kugigit-gigit, dan lidahku berputar menyapu permukaan susunya. Susunya kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras, membuat gerakan Tasya semakin liar.
Tidak lama kemudian Tasya menghunjamkan pantatnya dengan keras sekali dan terus menekan sambil memutar pantatnya.
“Sekaranggg aahh sekaranggg Bovi, sekaranggg”, Tasya berteriak-teriak sambil badannya berkelojotan.
Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi mulutku, dan tangannya memelukku sangat keras. Tasya orgasme selama beberapa detik, dan setelah itu ketegangan badannya berangsur mengendur.
“Bobii, makasih yah.., sekarang aku pengin ngisep boleh yah..?” katanya sambil mengangkat pantatnya sampai penisku lepas dari vaginanya. Tasya kemudian menundukkan mukanya dan segera memegang penisku yang sangat keras, berdenyut, dan ingin segera memuntahkan air mani. Mulutnya langsung menelan senjataku sampai menyentuh tenggorokannya.
Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku yang tidak muat di mulutnya. Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan penisku. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Ujung penisku yang sudah sampai di tenggorokannya masih aku dorong-dorong.
Tanganku juga ikut mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari penisku yang ada dalam mulutnya. “tasya....ii isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg sekarangg.. issaapp..”, Tasya yang merasa penisku hampir menyemburkan sperma semakin menyedot dengan kuat.
Dan…”aahh.. sekaranggg.. sekaranggg.. issaappp..” spermaku menyembur dengan deras berkali-kali dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan. Tasya dengan rakusnya menelan semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada di dalam penis sampai habis. Tasya terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin nikmat. Dan setelah selesai, Tasya masih juga menjilati penisku, spermaku yang sebagian tumpah juga masih di jilati.
Kemudian setelah beristirahat beberapa saat, kami pun meneruskan mandi sambil saling menyabuni. Setiap lekuk tubuhnya aku telusuri. Dan aku pun semakin menyadari bahwa badannya sangat indah. Setelah itu kami tidur berdua sambil terus berpelukan.
Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata Tasya sudah berpakaian rapi, dan dia cantik sekali. Dia mengenakan rok mini dan baju tanpa lengan yang serasi dengan kulitnya yang halus. Dia mengajakku belanja ke Mall karena persediaan makanan memang sudah habis. Maka aku pun segera mandi dan bersiap-siap.
Di perjalanan dan selama berbelanja kita saling memeluk pinggang. Siang itu aku menikmati jalan berdua dengannya. Kita belanja selama beberapa jam, kemudian kita mampir ke sebuah Café untuk makan siang. Di dalam mobil dalam perjalanan pulang kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari masalah pelajaran sekolah sampai hal-hal yang ringan.
Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu, Tasya tertawa sampai terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai kakinya terangkat-angkat. Dan itu membuat roknya yang pendek tersingkap. Aku pun sembari menyetir, karena melihat pemandangan yang indah, meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Tasya, bercanda.
“Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun sama-sama tersenyum. Mengusap-usap paha Tasya memang memberi sensasi tersendiri, sampai aku merasa penisku menjadi tegang sendiri.
“Bobi.. sudah kamu nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah bangun.. pingin lagi yah? Tasya jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Tasya menggodaku. Aku cuma senyum menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya lagi.
“Bobi, bajunya dikeluarin dong dari celana, biar tanganku ketutupan. Dipegang yah?” Aku semakin nyengir mendengarnya. Tapi karena memang kepingin, dan memang lebih aman begitu dari pada aku yang meneruskan aksiku.
Sambil menyetir aku pun mengeluarkan ujung bajuku dari celanaku. Kemudian tanpa menunggu, tangan Tasya langsung menyelinap ke balik bajuku, ke arah selangkanganku. Tangannya mencari-cari penisku yang semakin tegang.
“Ati-ati, masih siang nih, kalau ada orang nanti tangan kamu ditarik yah!” kataku. Tasya diam saja, dan kemudian tersenyum ketika tangannya menemukan apa yang dicari-cari. Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang masih di dalam celana. Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut.
Karena terangsang juga, Tasya mulai berusaha membuka ritsluiting celanaku, dan kemudian menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala penisku. Cairan pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang penisku.
“Bobii.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai kamu keluar dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera merasakan apa yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai di rumah, dan segera mencumbunya.
Tapi harapan kita ternyata tidak segera terwujud karena sesampainya di rumah, ternyata orang tua Tasya sudah pulang. Kita cuma saling berpandangan dan tersenyum kecewa.
“Eh, sudah pada pulang yah..” Tasya menyapa mereka.
“Iya nih, ada perubahan acara mendadak. Makanya sekarang cape banget. Nanti malem ada undangan pesta, makanya sekarang mau istirahat dulu. Kamu masak dulu saja ya sayang.. sudah belanja kan?” kata maminya Tasya.
“Iya deh, sebentar Tasya ganti baju dulu. Eh, Bobi, katanya kamu pengin belajar masak, ayo, sekalian bantuin aku”, kata Tasya sambil tersenyum penuh arti. Aku cuma mengiyakan dan ke kamarku ganti pakaian dengan celana pendek dan T-shirt. Kemudian aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan memasukkannya ke lemari es.
Tidak lama kemudian Tasya menyusul ke dapur. Dia pun sudah berganti pakaian, dan sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga ikut-ikutan menyiapkan bahan makanan dan Tasya mulai mengajariku memasak.
“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang ngebantuin..” kata Tasya.
“Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah yah, Mami mau coba istirahat saja”, kata Maminya Tasya sambil keluar dari dapur.
Aku yang sedang memotongi sayuran cuma tersenyum. Setelah beberapa saat, Tasya tiba-tiba memelukku dari belakang, tangannya langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan memegang penisku yang masih tidur.
“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Tasya bangunin yah?” tangannya dikeluarkan kemudian Tasya mengambil salad dressing yang ada di depanku, masih sambil merapatkan badannya dari belakangku.
Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan langsung menyelinap lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang langsung menegang. Sambil merapatkan badannya, susunya menekan punggungku, Tasya mulai meremasi penisku dengan dua tangannya. Nikmat yang aku rasakan sangat luar biasa. Aku segera melingkarkan tangan ke belakang, meremas pantatnya yang bulat itu.
Tanganku aku turunkan sampai ke ujung dasternya, kemudian kusingkapkan ke atas sambil meremas pahanya dengan gemas. Ketika sampai di pangkal pahanya, aku baru menyadari kalau Tasya ternyata sudah tidak memakai celana dalam. Maka tanganku menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan kemudian menelusuri pahanya ke depan sampai ke selangkangannya.
Jari-jariku segera membuka belahan vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya yang sudah sangat basah terkena cairan yang semakin banyak keluar dari vaginanya. Tangan Tasya juga semakin liar meremas, meraba dan mengocok penisku.
“Tasya.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah tidur..” kataku berbisik karena merasa agak tidak aman.
Tasya kemudian melepaskan pegangannya dan keluar dapur.
Tidak lama kemudian Tasya kembali dan bilang semuanya sudah tidur. Aku segera memeluk Tasya yang masih ada di pintu dapur, kemudian pelan-pelan pintu kututup dan Tasya kupepet ke dinding. Kita berciuman dengan gemasnya dan tangan kita langsung saling menelusup dan memainkan semua yang ditemui.
Penisku langsung ditarik keluar oleh Tasya dan aku segera menyingkap dasternya ke atas, kemudian kaki kirinya kuangkat ke pinggulku, dan selangkangannya yang menganga langsung kuserbu dengan jari-jariku.
Tangan Tasya menuntun penisku ke arah selangkangannya, menyentuhkan kepala penisku ke belahan vaginanya dan terus-terusan menggosok-gosokkannya. Untuk mencegah agar Tasya tidak mengerang, mulutnya terus kusumbat dengan mulutku. Kemudian karena sudah tidak tahan, aku segera mengarahkan penisku tepat ke mulut vaginanya, dan menekan pelan-pelan, terus ditekan, terus ditekan sampai seluruh batangnya amblas.
Kaki Tasya satunya segera kuangkat juga ke pinggangku, sehingga sekarang dua kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding. Kita saling mengadu gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Tasya berusaha menggoyang-goyangkan pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan terasa meremasi batang penisku. Tidak lama kemudian aku merasa Tasya hampir orgasme.
Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin tegang dan isapan mulutnya di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa Tasya orgasme. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku merasa seperti diurut-urut dan aku juga merasa hampir mencapai orgasme. Setelah orgasme, gerakan Tasya tidak liar lagi, dia cuma mengikuti gerakan pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan penisku dan mendesakkan badannya ke dinding.
Kemudian sementara penisku masih di dalam dan kaki Tasya masih di pinggangku, aku melangkah ke arah meja dapur dan duduk di salah satu kursi, sehingga sekarang Tasya ada di pangkuanku dengan punggung menyandar di meja dapur. Selama beberapa saat kita cuma berdiam diri saja. Tasya masih menikmati sisa kenikmatan orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam vaginanya.
Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati melihat Tasya ada di pangkuanku. Tanganku mengusap-usap pahanya dan menyingkapkan dasternya ke atas sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling menempel.
Belahan vaginanya kubuka dan aku melihat pemandangan yang sangat indah. Penisku hanya kelihatan pangkalnya karena seluruh batangnya masih di dalam vagina Tasya, dan di atasnya aku melihat clitorisnya yang sangat basah.
Jari-jariku mulai mengusap-usap clitorisnya sampai Tasya mulai mendesis-desis lagi, dan pantatnya mulai bergerak lagi, berputar dan mendesakkan penisku menjadi semakin masuk. Aku merasa vaginanya mulai berdenyutan lagi meremas-remas penisku. Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya kupelintir dan kucubit-cubit.
Kemudian dasternya kusingkap semakin ke atas sampai aku melihat susunya yang menantangku untuk segera memainkannya. Dengan tak sabar segera susunya yang kiri kulumat dengan mulutku, yang membuat kepala Tasya mendongak merasakan kenikmatan itu.
Sambil melumati susunya, lidahku juga memainkan putingnya yang sudah sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga kugigit-gigit kecil dengan gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang bulat.
“Ya Tuhan Bobii aahh aahh”, rintihnya di kupingku, sambil kadang menjilati dan menggigit kupingku.
“Bobi.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh.., terus gitu sayang”, rintihnya dengan gerakan yang semakin liar.
Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat penisku juga seperti dipelintir dengan lembut.
Aku pun menuruti dan terus memberikan kenikmatan dengan terus memainkan susunya bergantian yang kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut memainkan puting susunya, sampai Tasya tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras dan setelah menghentakkan pantatnya dia memelukku dengan eratnya.
“hh bobii.. hh. hh.” Aku merasakan Tasya orgasme untuk kedua kalinya dan lebih hebat dari yang pertama.
Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama beberapa detik, dan kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir orgasme. Tapi setelah orgasme, ternyata Tasya masih ingat keinginannya untuk menghisap penisku.
“Bobi.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di mulutku saja yah”.
Maka setelah turun dari pangkuanku, Tasya segera jongkok di depanku dan langsung mengulum penisku. Lidahnya memutari batangnya dan mulutnya menyedot-nyedot membuat aku merasa orgasmeku sudah sangat dekat. Tanganku memegang belakang kepala Tasya, dan kutekan agar penisku semakin masuk di mulutnya, kemudian aku juga membantu memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan
“aahh Tasya aku keluarrr terus isaappp.. aahh..” dan memang Tasya dengan lahapnya terus menghisap spermaku yang langsung berhamburan masuk ke tenggorokannya. Penisku yang masih mengeluarkan sperma terus disedot dan dikenyot-kenyot dan pangkal penisku juga terus-terusan dikocok-kocok. Orgasmeku kali ini kurasakan sangat luar biasa.
Setelah itu kita kembali berciuman, dan kembali meneruskan memasak.
“Bobi.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang bebas sih, entar malem lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma mengangguk.
“Tasya, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Tasya jadi merinding nih”, kata Tasya sambil memperlihatkan bulu-bulu tangannya yang memang berdiri, dan sambil tersenyum aku mengelusi tangannya. Kemudian badannya kupeluk dari belakang dengan lembut. Aku merasa bahagia sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar