MERASA BINAL MERASAKAN 2 BATANG SEKALIGUSSS
Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik, tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk populer diantara kawan-kawan, pokoknya, gaul abis.
Namun demikian aku masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enam orang kawan Sindy (19), Vina (20), Yayah (22), Fandi (22), Dio (23) dan Vandy (20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Andri di Puncak.
Sindy walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Sindy telah berpacaran cukup lama dengan Yayah. Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Fandi, sangat tergila-gila dengannya.
Sementara aku, Vandy dan Dio masih \’jomblo\’. Vandy yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.
Acara ke Puncak kami mulai dengan \’hang-out\’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Sindy yang ada sementara Vina entah kemana.
Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suara orang yang sedang bercakap-cakap.
Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Fandi dan Vina. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.
Adegan ciuman itu bertambah \’panas\’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Fandi menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Vina mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual.
Disibakkannya t-shirt Vina dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Vina. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Fandy berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Vina keberatan.
Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka.
“Jangan Fan” tolak Vina.
“Kenapa sayang” tanya Fandy.
“Aku belum pernah.. gituan”
“Makanya dicoba sayang” bujuk Fandy.
“Takut Fan” Vina beralasan.
“Ngga apa-apa kok” lanjut Fandy membujuk
“Tapi Fan”
“Gini deh”, potong Fandy, “Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti”
“Janji ya Fan” sahut Vina ingin meyakinkan.
“Janji” Fandy meyakinkan Vina.
Fandy tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Vina yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turun g-string Vina.
Dengan hati-hati Fandy membuka kedua paha Vina dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Vina bergetar merasakan lidah Fandy.
“Agghh.. Fan.. oohh.. enakk.. Fann”
Mendengar desahan Vina, Fandy semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Vina dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Vina, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Fandy, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.
Vina semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Fandy melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Vina sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Fandy tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Vina.
Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Fandy di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Fandy tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluan mereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.
Fandy kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Fandy mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Vina. “Jangan Fan, katanya cuma cium aja” sergah Vina.
“Rileks Vin” bujuk Fandy, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Vina.
“Tapi.. Fan.. oohh.. aahh” protes Vina tenggelam dalam desahannya sendiri.
“Nikmatin aja Vin”
“Ehh.. akkhh.. mpphh” Vina semakin mendesah
“Gitu Vin.. rileks.. nanti lebih enak lagi”
“He eh Fan.. eesshh”
“Enak Vin..?”
“Ehh.. enaakk Fan”
Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan \’live\’ seperti itu.
Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang terdengar.
“Aku masukin ya Vin” pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.
Fandy langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Vina.
“Aakhh.. Fan.. eengghh” erang Vina cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya.
Fandy lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Vina.
“Teruss.. Fan.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg” Vina meracau.
“Aku suka sekali payudara kamu Vin.. mmhh”
“Aku juga suka kamu isep Fan.. ahh” Vina menyorongkan dadanya membuat Fandy bertambah mudah melumatnya.
Bukan hanya Vina yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.
Fandy tahu Vina sudah pada situasi \’point of no return\’, ia merebahkan badannya menindih Vina dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Vina dan.. kulihat Fandy menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Vina.
“Auuwww.. Fan.. sakiitt” jerit Vina.
“Stop.. stop Fan”
“Rileks Vin.. supaya enak nanti” bujuk Fandy, sambil terus menekan lebih dalam lagi.
“Sakit Fan.. pleasee.. jangan diterusin”
Terlambat.. seluruh kejantanan Fandy telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Vina. Beberapa saat Fandy tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Vina kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Fandy membuat birahi Vina terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Fandy yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Vina.
Fandy memahami sekali keadaan Vina, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Vina yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan.
“Uhh.. ohh.. Fan” desah kenikmatan Vina kakinya dibuka lebih melebar lagi.
Fandy tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya.
“Agghh.. ohh.. terus Fan” Vina meracau merasakan kejantanan Fandy yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Fandy tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
“Aaauugghh.. sshh.. Fan.. ohh.. Fan” Vinaa tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saya dari mulutnya.
Pinggul Fandy yang turun naik dan kaki Vina yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.
“Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat \’life show\’ Fandy dan Vina terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Vina.
“Adduuhh.. Fan.. nikmat sekalii” Vina terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu.
“Nikmati Vin.. nikmati sepuas-puasnya”
“Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Fan”
“Punya kamu enaakk sekalii Vin.. uugghh”
“Ohh.. Fan.. aku sayang kamu.. sshh” desah Vina seraya memeluk, pujian Fandy rupanya membuat Vina lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Fandy.
“Enaak Vin.. terus goyang.. uhh.. eenngghh” merasakan goyangan Vina, Fandy semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya.
“Ahh.. aahh.. Fan.. teruss.. sayaang” pekik Vina.
Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka.
“Fan.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Vina.
Fandy menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Fandy menyetubuhi Vina begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Sindy sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Vina yang sedang disetubuhi Fandy tetapi diriku.
Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Sindy dan Yayah menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.
Selesai dari kamar mandi aku mencari Sindy dan Yayah, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan \’live show\’ yang spektakuler. Tubuh Sindy setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Yayah berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Sindy, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Sindy, tak lama kemudian Yayah meletakan kedua tungkai kaki Sindy dibahunya dan kembali menyantap \’segitiga venus\’ yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Sindy berkelojotan diperlakukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Sindy.
“Oohh.. Yah.. nikmat sekalii.. sayang”
“Gigit.. Yah.. pleasee.. gigitt”
“Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa”
Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Sindy mencengkram kepala Yayah, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.
Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Sindy yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Yayah, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Sindy sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Yayah.
“Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg” desah Yayah.“Ohh.. sayangg.. enakk sekalii”
Suara desahan dan erangan membuat Sindy tambah bernafsu melumat kejantanan Yayah.
“Ohh.. Sindy.. ngga tahann.. masukin sayangg” pinta Yayah.
Sindy menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Yayah berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Yayah, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Sindy mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Yayah mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Sindy. Sebaliknya, milik Yayah yang menegang keras dirasakan oleh Sindy mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.
Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan \’live show\’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku.
“Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Sindy! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya.
“Ehh Lin.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?” sapa Sindy terkejut.
“Iya Sin.. balik lagi.. perut mules”
“Aku suruh Yayah beli obat ya”
“Ngga usah Sin.. udah baikan kok”
“Yakin Lin?”
“Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Sindy yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.
Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Vandy langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Sindy dan Yayah menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Vina dan Fandy. Tinggal aku, Dio dan Vandy, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. Dio yang pertama melihat kegelisahanku.
“Kenapa Lin, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda.
“Ngga lagi, ngaco kamu Dio” sanggahku.
“Kalau horny bilang aja Lin.. hehehe.. kan ada kita-kita” Vandy menimpali.
“Rese’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu.
Dio tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Dio tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa.
“Santai Lin, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik Dio sambil meremas pundakku.
Remasan dan terpaan nafas Dio saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Dio menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya.
“Remas aja paha aku Lin daripada rok” bisik Dio lagi.
Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang \’geboy\’ saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Dio dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.
“Ngga usah malu LIn, santai aja” lanjutnya lagi.
Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang \’wow\’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Dio melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.
Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Dio sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Dio yang semakin menjadi-jadi.
“Lin gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik Dio seraya mengecup pundakku.
Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu.
“Jangan Dio” namun aku berusaha menolak.
“Kenapa Lin, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Dio tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha \’jaim\’.
“Dio.. ahh” desahku tak tertahan lagi.
“Enjoy aja Lin” bisik Dio lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku.
“Ohh Dio” aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat \’live show\’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku.
Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Dio di leher dan telingaku. Vandy yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.
Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Dio semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Vandy di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.
“Agghh.. Dioo.. Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras.
Vandy menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. Dio juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan.
Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Vandy melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara Dio menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Vandy pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.
Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Vandy kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya.
“Aaahh.. Dioo.. Van.. teruss.. sshh.. enakk sekalii”
“Nikmatin Lin.. nanti bakal lebih lagi” bisik Vandy seraya menjilat dalam-dalam telingaku.
Mendengar kata \’lebih lagi\’ aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Dio melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Fandy-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya.
“Aaagghh.. Dioo.. Van.. akuu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.
Dio dan Vandy menyudahi \’hidangan\’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Vandy di payudara dan Dio di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Vandy mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Vandy sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Dio sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.
Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai \’hidangan\’ utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Dio yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Dio menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Vandy yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.
“Aaahh.. Dio.. Van.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi.
Dio kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Vandy! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Vandy tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.
“Jilat.. Lin” perintahnya tegas.
Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Vandy mendesah-desah merasakan jilatanku.
“Aaahh.. Lin.. jilat terus.. nngghh” desah Vandy.
“Jilat kepalanya Lin” aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak.
Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Vandy mendesis desis.
“Ssshh.. nikmat sekali Lin.. isep sayangg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya.
Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Vandy meringis.
“Jangan pake gigi Lin.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Vandy mendesis nikmat.
“Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Lin”
Melihat Vandy saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Dio yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Vandy yang separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Vandy bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..
“Aaagghh.. nikmatt.. Lin.. aku.. kkeelluaarr” jerit Vandy, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.
Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. Dio tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa.
“Gila Vandy.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut.
“Sorry Lin.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Vandy dengan tersenyum.
“Udah Lin jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Dio seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku.
Dio benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Vandy saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Dio membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Dio menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.
Dio merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Dio.
“Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan.
“Teruss.. Dio.. aakkhh”
Aku menjadi lebih menggila waktu Dio mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.
“Ssshh.. nikmat Dioo.. mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi.
Tak lama kemudian Dio merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. Dio membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh.. Dio.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku.
Dio menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Dio.
“Ooohh.. Dio.. sshh.. aahh.. enakk Dio” desahku lirih.
Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis.
“Enak.. Lin” tanya Dio berbisik.
“He ehh Dio.. oohh enakk.. Dio.. sshh”
“Nikmatin Lin.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi.
“Ooohh.. Dio.. ngghh”
Dio terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Dio menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku.
“Auuhh.. sakitt Dio” jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Dio menghentikan tekanannya.
“Pertama sedikit sakit Lin.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik Dio seraya menjilat dan menghisap telingaku.
Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.
Dio kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar.
“Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Dio.. empphh” desahku tak tertahan.
“Ohh.. Linn.. enak banget punya kamu.. oohh” puji Dio diantara lenguhannya.
“Agghh.. terus Dio.. teruss” aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Dio di kemaluanku.
Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Dio menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.
“Diooo.. oohh.. tekan Diooo.. agghh.. nikmat sekali Dio” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku.
Tubuhku mengejang, kupeluk Dio erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Dio mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Dio sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Dio, Vandy yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.
Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Vandy, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Vandy kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan Dio mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi.
“Aaargghh.. Lin.. enak banget.. terus Lin.. goyang terus” erang Dio.
Erangan Dio membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Vandy.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.
Vandy yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Dio duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya.
“Isep Lin” pinta Dio, segera kulumat kejantanannya dengan rakus.
“Ooohh.. enak Lin.. isep terus”
Bersamaan dengan itu kurasakan Vandy menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Vandy-yang satu setengah kali lebih besar dari milik Dio-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Vandy serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Dio kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.
“Lin.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Dio.
Aku tahu Dio akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Dio.
“Aaagghh.. nikmat banget Lin.. isep teruss.. telan Lin” jerit Dio, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan Dio, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Dio yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.
Dio beranjak meninggalkan aku dan Vandy, sepeninggal Dio aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Vandy yang begitu bernafsu dalam posisi \’doggy\’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Vandy bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.
“Ssshh.. engghh.. yang keras Van.. mmpphh”
“Enak banget Van.. aahh.. oohh”
Mendengar eranganku Vandy tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.
Sedang asiknya menikmati, Vandy mencabut kejantanan dan Ibu jarinya.
“Vandy.. kenapa dicabutt” protesku.
“Masukin lagi Van.. pleasee” pintaku menghiba.
Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Vandy berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Vandy mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya.
“Vandy.. pleasee.. jangan disitu” aku menghiba meminta Vandy jangan melakukannya.
Vandy tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Van.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Vandy.
“Rileks Lin.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku.
Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.
“Aaahh.. aauuhh.. oohh Van” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Vandy yang besar itu.
Vandy dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Vandy menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.
Dio yang sudah pulih dari \’istirahat\’nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Dio kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Dio merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Vandy yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.
Vandy yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Dio langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Vandy dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Dio melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Dio yang semakin buas dibarengi sodokan Vandy, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh.. ouuhh.. Dio.. Vandy.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan.
Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Dio kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu.
“Aduuhh.. Dio.. Van.. nikmat sekalii”
“Aaarrghh.. Linn.. enakk bangeett”
Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.
Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Vandy dan Dio yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila \’dijarah\’ oleh dua atau tiga pria sekaligus.
Mudah, Aman dan Sudah Di Percaya Oleh Pecinta Jui Online di Indonesia !
BalasHapuswww.bolavita.club Agen Juudi Online Yang sudah Lama berdiri.. Menyediakan Segala Jenis Juddii Online Lengkap..
Mulai dari Sabuung Ayam Live, Bola, Cassino, Tembak Ikan, Dan masih banyak permainan lengkap lainnya !
Hubungi Cs kami :
WA: +6281377055002
BBM: BOLAVITA
WeChat: BOLAVITA
Line : cs_bolavita