Aku tersentak bangun saat kudengar
jam wekerku berdering dengan nyaring. “Uhh.. Jam berapa ini..!” gumamku pelan
sambil berusaha membuka mataku, aku masih malas dan ingin kembali tidur, tapi
tiba tiba aku teringat bahwa hari ini aku harus buru-buru berkemas dan
berangkat, kalau tidak, aku akan ketinggalan pesawat.
Hari
ini aku akan pergi ke luar kota, bank swasta tempatku bekerja menugaskanku
untuk mengikuti beberapa program pendidikan di kantor cabang salah satu kota di
daerah Jawa Tengah.
Namaku
Livin tapi teman-teman biasa memanggilku Livi. Aku dilahirkan dari keluarga
yang serba berkecukupan dan aku hanya mempunyai satu saudara kandung laki-laki,
praktis semua permintaan dan kebutuhanku selalu dipenuhi oleh kedua orang
tuaku. Aku benar benar sangat di manja oleh mereka. Ayahku berasal dari negeri
Belanda, sedangkan ibuku berasal dari Menado, aku bersyukur karena seperti
gadis peranakan pada umumnya, aku pun tumbuh menjadi gadis yang berwajah cukup
cantik.
Saat
ini usiaku 24 tahun, wajahku cantik dan kulitku putih mulus, rambutku lurus dan
panjang sampai di bawah bahu, tubuhku pun termasuk tinggi dan langsing dipadu
dengan ukuran buah dada yang termasuk besar untuk ukuran gadis seusiaku,
ditambah lagi, aku sangat rajin merawat tubuhku sendiri supaya penampilanku
dapat terus terjaga.
“Wah..
Aku belum sempat potong rambut nih..” gumamku sambil terus mematut diri di
depan cermin sambil mengenakan pakaianku. Hari ini aku memakai setelan rok
coklat tua dan kemeja putih berkerah, lalu aku padukan dengan blazer coklat
muda. Aku merasa tampil makin cantik dengan pakaian kesayanganku ini, membuat
aku tambah percaya diri.
Singkat
cerita, aku telah sampai di kota tempatku akan bekerja. Aku langsung menuju
kantor cabangku karena aku harus segera melapor dan menyelesaikan pekerjaan.
Sesampai
di depan kantor suasananya terlihat sangat sepi, di lobby kantor hanya terlihat
dua orang satpam yang sedang bertugas, mereka mengatakan bahwa seluruh karyawan
sedang ada pelatihan di gedung sebelah. Dan mereka juga berkata bahwa aku sudah
ditunggu oleh Pak Viki di ruangannya di lantai dua, Pak Viki adalah pimpinan
kantor cabang di kota ini.
“Selamat
siang..! Kamu Livin kan..?” sambut Pak Viki ramah sambil mempersilakan aku
duduk.
“Iya
Pak.. saya biasa di panggil Livin..” jawabku sopan.
Pak
Viki kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku, sambil sesekali
menanyakan keadaan para pegawai di kantor pusat. Cukup lama juga aku berbicara
dengan Pak Viki, hampir lima belas menit, padahal sebenarnya, aku harus ke
gedung sebelah untuk mengikuti diklat, tapi Pak Viki terus saja menahanku
dengan mengajakku berbicara. Jadilah Bagian Dari JawaPoker88
Sebenarnya aku sedikit risih dengan
cara Pak Viki memandangku, mulutnya memang mengajukan pertanyaan kepadaku, tapi
matanya terus memandangi tubuhku, tatapannya seperti hendak menelanjangiku. Dia
memperhatikanku mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala, sesekali
pandangannya tertumpu di sekitar paha dan buah dadaku.
Aku
agak menyesal karena hari ini aku mengenakan rok yang agak pendek, sehingga
pahaku yang putih jadi sulit untuk kusembunyikan. Dasar mata keranjang,
sungutku dalam hati. Baru tak berapa lama kemudian pembicaraan kami pun selesai
dan Pak Viki beranjak ke arah pintu mempersilakanku untuk mengikuti diklat di
gedung sebelah.
“Terima
kasih Pak.. Saya permisi dulu..” jawabku sambil beranjak ke arah pintu.
Perasaanku
langsung lega karena dari tadi aku sudah sangat risih dengan pandangan mata Pak
Viki yang seperti hendak menelanku bulat bulat. Pak Viki membukakan pintu
untukku, aku pun berterima kasih sambil berjalan melewati pintu tersebut.
Tapi
aku kaget bukan kepalang saat tiba tiba rambutku dijambak dan ditarik oleh Pak Viki,
sehingga aku kembali tertarik masuk ke ruangan itu, lalu Pak Viki mendorongku
dengan keras sehingga aku jatuh terjerembab di atas sofa tempat tadi aku duduk
dan berbicara dengan Pak Viki.
“Apa
yang Bapak lakukan..?? Mau apa Bapak..?” jeritku setengah bergetar sambil
memegangi kepalaku yang sakit akibat rambutku dijambak seperti itu.
Pak
Viki tidak menjawab, dia malah mendekatiku setelah sebelumnya menutup pintu
ruangannya. Sedetik kemudian dia telah menyergap, mendekap dan menggumuliku,
nafasnya mendengus menghembus di sekitar wajahku saat Pak Viki berusaha
menciumi bibirku
“Jangan..
Jangann..! Lepasskan.. Ssaya..!” jeritku sambil memalingkan wajahku menghindari
terkaman mulutnya.
“Diam..!!”
bentaknya mengancam sambil mempererat pelukannya pada tubuhku.
Aku
terus meronta sambil memukulkan kedua tanganku ke atas pundaknya, berusaha
melepaskan diri dari dekapannya, tapi Pak Viki terus menghimpitku dengan erat,
nafasku sampai tersengal sengal karena terdesak oleh tubuhnya. Bahkan sekarang
Pak Viki telah mengangkat tubuhku, dia menggendongku sambil tetap mendekap
pinggangku, lalu dia menjatuhkan dirinya dan tubuhku di atas sofa dengan posisi
aku ada di bagian bawah, sehingga kini tubuhku tertindih oleh tubuhnya.
Aku
terus menjerit dan meronta, berusaha keluar dari dekapannya, lalu pada satu
kesempatan aku berhasil menendang perutnya dengan lututku hingga membuat
tubuhnya terjajar ke belakang. Dia terhenyak sambil memegangi perutnya,
kupergunakan kesempatan itu untuk berlari ke arah pintu.
Aku
hampir sampai di pintu keluar saat tubuhku kembali tertarik ke belakang,
rupanya Pak Viki berhasil menggapai blazerku dan menariknya hingga terlepas
dari tubuhku, sesaat kemudian aku sudah berada di dalam dekapannya kembali.
“Bajingann..!
Lepaskan saya..!” jeritku sambil memakinya.
Tenagaku
sudah mulai habis dan suaraku pun sudah mulai parau, Pak Viki masih terus
memelukku dari belakang sambil mulutnya berusaha menciumi leher dan tengkukku,
sementara tangannya menelikung kedua tanganku, membuat tanganku terhimpit dan tidak
dapat bergerak.
“Jangann..!
Biadab.. Lepaskan sayaa..!” aku kembali menjerit parau.
Air
mataku sudah meleleh membasahi pipiku, saat tangan Pak viki membetot keras
kemeja putihku, membuat seluruh kancingnya terlepas dan berjatuhan di atas
lantai. Sekarang tubuh bagian atasku menjadi setengah terbuka, mata Pak Viki
semakin melotot melihat buah dadaku yang masih terlindung di balik bra hitamku,
setelah itu, dia menarik kemeja yang masih menempel di bahuku, dan terus
menariknya sampai menuruni lenganku, sampai akhirnya Pak Viki menggerakkan
tangannya, melemparkan kemeja putihku yang telah terlepas dari tubuhku.
“Lepasskann..!!”
jeritku saat satu tangannya mulai bergerak meremasi sebelah payudaraku.
Tubuhku
mengelinjang hebat menahan ngilu di buah dadaku, tapi dia tidak berhenti,
tangannya malah semakin keras meremas buah dadaku. Seluruh tubuhku bergetar
keras saat Pak Viki menyusupkan tangannya ke balik bra hitamku dan mulai
kembali meremas payudaraku dengan kasar, sambil sesekali menjepit dan
mempermainkan puting buah dadaku dengan jarinya, sementara mulutnya terus
menjilati leherku dengan buas.
Pak
Viki sudah akan menarik lepas bra yang kukenakan, saat pada saat yang bersamaan
pintu depan ruangannya terbuka, dan muncul seorang laki laki dengan wajah yang
tampak kaget.
“Ada
apa nih Pak Viki..?” serunya, sambil memandangi tubuhku.
“Lepaskan
saya.. Pak..! Tolong saya..! Pak Viki akan memperkosa saya..!” jeritku memohon
pertolongan dari orang itu.
Perasaanku
sedikit lega saat laki-laki itu muncul, aku berharap dia akan menolongku. Tapi
perkiraanku ternyata salah..
“Wah
Pak.. Ada barang baru lagi nih. Cantik juga..!” seru laki-laki itu sambil
berjalan mendekati kami, aku langsung lemas mendengar kata-katanya, ternyata
laki laki ini sama bejatnya dengan Pak Viki.
“Ada
pesta kecil..! Cepat Ton.!! Lu pegangi dia..! Cewek ini binal banget” jawab Pak
Viki sambil tetap mendekap tubuhku yang masih terus berusaha meronta.
Sedetik
kemudian laki-laki itu sudah berada di depanku, tangannya langsung menggapai
dan merengkuh pinggangku merapatkan tubuhnya dengan tubuhku, aku benar-benar
tidak dapat bergerak, terhimpit oleh laki-laki itu dan Pak Viki yang berada di
belakangku, lalu tangannya bergerak ke arah bra-ku, dan dengan sekali sentak,
dia berhasil merenggut bra itu dari tubuhku. Bermain di Jawapoker88 menangkan jackpotnya
“Tidak..
Tidak..! Jangan lakukan..!!” jeritku panik.
Tangisku
meledak, aku begitu ketakutan dan putus asa hingga seluruh bulu kudukku
merinding, dan aku semakin gemetar ketakutan saat laki-laki yang ternyata
bernama Tondi itu melangkah ke belakang, sedikit menjauhiku, dia diam sambil
memandangi buah dadaku yang telah terbuka, pandangannya seperti hendak melahap
habis payudaraku.
“Sempurna..!
Besar dan padat..” gumamnya sambil terus memandangi kedua buah dadaku yang
menggantung bebas.
Setelah
itu dia kembali beranjak mendekatiku, mendongakkan kepalaku dan melumat
bibirku, sementara tangannya langsung mencengkeram buah dadaku dan meremasnya
dengan kasar. Suara tangisanku langsung terhenti saat mulutnya menciumi
bibirku, kurasakan lidahnya menjulur di dalam mulutku, berusaha menggapai
lidahku. Aku tercekat saat tangannya bergerak ke arah selangkanganku, menyusup
ke balik rokku, aku langsung tersentak kaget saat tangannya merengkuh vaginaku.
Kukumpulkan sisa-sisa tenagaku lalu dengan sekuat tenaga kudorong tubuh Pak Tondi.
“Tidak.!
Tidak..! Lepaskan saya.. Bajingan kalian..!” aku menjerit sambil menendang-nendangkan
kakiku berusaha menjauhkan laki-laki itu dari tubuhku.
“Ouh..
Ssakit..!!” keluhku saat Pak Viki yang berada di belakangku kembali mendekapku
dengan lebih erat. Kutengadahkan kepalaku, kutatap wajah Pak Viki, aku memohon
supaya dia melepaskanku.
“Tolonngg..
Hentikann Pak..!! Saya.. Mohon.. Lepaskan saya..” ucapku mengharap belas
kasihannya.
Keadaanku
saat itu sudah benar-benar berantakan, tubuh bagian atasku sudah benar-benar
telanjang, membuat kedua payudaraku terlihat menggantung dan tidak lagi
tertutup oleh apapun. Aku sangat takut, mereka akan lebih bernafsu lagi melihat
keadaan tubuhku yang sudah setengah telanjang ini, apalagi saat ini tubuhku
sedang ditelikung oleh Pak Viki dari belakang hingga posisi itu membuat dadaku
jadi terdorong ke depan dan otomatis buah dadaku pun ikut membusung.
Beberapa
saat kemudian Pak Viki tiba tiba mengendorkan dekapannya pada tubuhku dan
akhirnya dia melepaskanku. Aku hampir tidak percaya bahwa Pak Viki mau
melepaskanku, padahal saat itu aku sudah sangat putus asa, aku sadar aku hampir
tidak mungkin lolos dari desakan kedua laki-laki tersebut.
Tidak
mau menyia-nyiakan kesempatan itu, aku langsung berlari secepatnya ke arah
pintu, tapi lagi-lagi aku kalah cepat, Pak Tondi sudah menghadang di depanku dan
langsung menghunjamkan pukulannya ke arah perutku.
“Arghh..!!
Sshh.. Ouhh..” aku mengeluh kesakitan.
Kupegangi
perutku, seketika itu juga, aku langsung jatuh terduduk, nafasku
tersengal-sengal menahan sakit yang tak terkira. Belum hilang rasa sakitku, mereka
berdua langsung menyerbu ke arahku.
“Pegangi
tangannya Ton..!!” seru Pak Viki sambil mendorong tubuhku sehingga aku jatuh
terjengkang di atas lantai.
Seketika
itu juga Pak Tondi sudah berada di atas kepalaku dan mencengkeram kedua
tanganku, sementara Pak Viki berada di bawah tubuhku, mendekap kedua kakiku
yang berusaha menendangnya. Dia sudah seperti kemasukan setan, melepasi sepatu
hak tinggiku, merobek stockingku dan mencabik cabik rok yang kukenakan dan
akhirnya dia merenggut dengan paksa celana dalamku, melolosinya dari kedua
kakiku dan melemparkannya ke lantai.
“Lepasskann..!
Lepasskan..! Tolongg.. Jangan perkosa sayaa..!” jeritanku makin keras di
sela-sela keputusasaan.
Aku
sudah tidak sanggup lagi menahan mereka yang sepertinya semakin bernafsu untuk
memperkosaku, air mataku makin deras mengalir membasahi kedua pipiku,
kupejamkan mataku, bulu kudukku langsung bergidik, aku tidak sanggup
membayangkan kalau hari ini aku akan diperkosa oleh mereka.
“Jangann..
Ahh.. Tolongg..!” aku menjerit histeris saat Pak Viki melepaskan pegangannya
pada kedua kakiku.
Dia
berdiri sambil melepaskan pakaiannya sendiri dengan sangat terburu-buru. Aku
sadar, laki-laki ini sebentar lagi akan menggagahiku. Seketika itu juga
kurapatkan kedua kakiku dan kutarik ke atas hingga menutupi sebagian dadaku,
sementara kedua tanganku masih tetap di dekap erat oleh Pak Tondi. Tiba tiba
Pak Viki berjongkok, dia langsung menarik kedua kakiku, merenggangkannya dan
kemudian memposisikan tubuhnya di antara kedua pangkal pahaku.
“Jangann..!!”
keluhku lemah dan putus asa, sambil bertahan untuk tetap merapatkan kedua
kakiku, tapi tenaga Pak Viki jauh lebih kuat di bandingkan dengan tenagaku.
Aku
terhenyak saat Pak Viki mulai menindihku, membuatku jadi sesak dan sulit untuk
bernafas, buah dadaku tertekan oleh dadanya, sementara perutnya menempel di
atas perutku.
“Arghh..!!
Jangann..! Sakiitt..!!” rintihku sambil berusaha menggeser pinggulku ke kiri
dan ke kanan, saat kurasakan kemaluannya bergesekan dengan bibir kemaluanku.
“Sakiitt..!”
aku kembali mengerang saat kepala penisnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.
Bersamaan
dengan itu, tangan Pak Viki bergerak, menjambak rambutku dan menariknya
sehingga kepalaku terdongak, kemudian Pak Viki dengan kasar melumat bibirku
sambil terus menekankan tubuhnya ke arah selangkanganku. Kurasakan kesakitan
yang luar biasa di dalam liang vaginaku saat batang penisnya terus melesak
masuk menghunjam ke dalam lubang kemaluanku.
“Ahh..!
Jangann..! Sakiitt..!” aku kembali menjerit dengan keras saat batang penisnya
menembus dan merobek selaput daraku.
Tubuhku
melenting ke atas menahan sakit yang amat sangat. Kuangkat kakiku dan
kutendang-tendangkan, aku berusaha menutup kedua kakiku, tapi tetap saja batang
penis itu terbenam di dalam vaginaku. Aku sungguh tersiksa dengan kesakitan
yang mendera vaginaku. Kuhempaskan wajahku ke kiri dan ke kanan, membuat
sebagian wajahku tertutup oleh rambutku sendiri, mataku membeliak dan seluruh
tubuhku mengejang hebat. Kukatupkan mulutku, gigiku bergemeretak menahan sakit
dan ngilu, nafasku seperti tercekat di tenggorokan dan tanpa sadar kucengkeram
keras tangan Pak Tondi yang sedang memegang kedua tanganku.
Aku
masih terus merintih dan menangis, aku terus berusaha menendang-nendangkan
kedua kakiku saat Pak Viki menarik
batang penisnya sampai tinggal kepala penisnya saja yang berada di dalam liang
vaginaku, lalu menghunjamkannya kembali ke dalam liang rahimku. Pak Viki sudah
benar-benar kesetanan, dia tidak peduli melihatku yang begitu kesakitan, dia
terus bergerak dengan keras di dalam tubuhku, memompaku dengan kasar hingga
membuat tubuhku ikut terguncang turun naik mengikuti gerakan tubuhnya.
“Ahh..
Sshh.. Lepaskann..!” jeritanku melemah saat kurasakan gerakannya makin cepat
dan kasar di dalam liang kemaluanku, membuat tubuhku makin terguncang dengan
keras, buah dadaku pun ikut mengeletar.
Kemudian
Pak Viki mendaratkan mulutnya di buah dadaku, menciumi dan mengulum puting
payudaraku, sesekali dia menggigit puting buah dadaku dengan giginya, membuat
aku kembali terpekik dan melenguh kesakitan. Kemudian mulutnya bergerak
menjilati belahan dadaku dan kembali melumat bibirku, aku hanya bisa diam dan
pasrah saat lidahnya masuk dan menari-nari di dalam mulutku, sepertinya dia
sangat puas karena telah berhasil menggagahi dan merenggut keperawananku.
Perlahan-lahan
dia menghentikan gerakannya memompa tubuhku, melesakkan kemaluannya di dalam
liang vaginaku dan menahannya di sana sambil tetap memelukku dengan erat.
Setelah itu dia menurunkan mulutnya ke sekitar leher dan pundakku, menjilatinya
dan kemudian menyedot leherku dengan keras, membuat aku melenguh kesakitan.
Cukup lama Pak Viki menahan penisnya di dalam liang kemaluanku, dan aku dapat
merasakan kemaluannya berdenyut dengan keras, denyutannya menggetarkan seluruh
dinding liang vaginaku, lalu dia kembali bergerak memompa diriku, memperkosaku
pelan pelan, lalu cepat dan kasar, begitu berulang ulang. Sepertinya Pak Viki
sangat menikmati pemerkosaannya terhadap diriku. Tunjukan keberuntunganmu
dengan bermain Jawapoker88,
Raih uang sebanyak-banyaknya
Aku
meringis sambil tetap memejamkan kedua mataku, setiap gerakan dan hunjaman
penisnya terasa sangat menyiksa dan menyakiti seluruh tubuhku, sampai akhirnya
kurasakan mulutnya makin keras menyedot leherku dan mulai menggigitnya, aku
menjerit kesakitan, tapi tangannya malah menjambak dan meremas rambutku.
Tubuhnya makin rapat menyatu dengan tubuhku, dadanya makin keras menghimpit
buah dadaku, membuatku makin sulit bernafas, lalu dia mengatupkan kedua kakiku
dan menahannya dengan kakinya sambil terus memompa tubuhku, kemaluannya
bergerak makin cepat di dalam vaginaku, kemudian dia merengkuh tubuhku dengan kuat
sampai benar-benar menyatu dengan tubuhnya.
Aku
sadar Pak Viki akan berejakulasi di dalam tubuhku, mendadak aku jadi begitu
panik dan ketakutan, aku tidak mau hamil karena pemerkosaan ini, pikiranku jadi
begitu kalut saat kurasakan batang kemaluannya makin berdenyut-denyut tak
terkendali di dalam liang rahimku.
“Jangann..!
Jangan.. Di dalam..! Lepasskan..!!” jeritku histeris saat Pak Viki
menghentakkan penisnya beberapa kali sebelum akhirnya dia membenamkanya di
dalam liang kemaluanku.
Seluruh
tubuhnya menegang dan dia mendengus keras, bersamaan dengan itu aku meraskan
cairan hangat menyemprot dan membasahi liang rahimku, Pak Viki telah orgasme,
menyemburkan sperma demi sperma ke dalam vaginaku, membuat dinding vaginaku
yang lecet makin terasa perih.
Aku
meraung keras, tangisanku kembali meledak, kutahan nafasku dan kukejangkan
seluruh otot-otot perutku, berusaha mendorong cairan spermanya agar keluar dari
liang vaginaku, sampai akhirnya aku menyerah. Bersamaan dengan itu tubuh Pak Viki
jatuh terbaring lemas di atas tubuhku setelah seluruh cairan spermanya mengisi
dan membanjiri liang rahimku.
Mataku
menatap kosong dan hampa, menerawang langit-langit ruangan tersebut. Air mataku
masih mengalir, pikiranku kacau, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat
setelah kejadian ini, kesucianku telah terenggut, kedua bajingan ini telah
merenggut kegadisan dan masa depanku, tapi yang lebih menakutkanku, bagaimana
jika nanti aku hamil..! Aku kembali terisak meratapi penderitaanku.
Tapi
rupanya penderitaanku belum berakhir.
Pak Viki bergerak bangun, melepaskan himpitannya dari tubuhku, aku kembali merintih, menahan perih saat batang kemaluannya tertarik keluar dari liang kemaluanku. Kuangkat kepalaku, kulihat ada bercak darah bercampur dengan cairan putih di sekitar pangkal pahaku. Aku menangis, pandanganku nanar, kutatap Pak Viki yang sedang berjalan menjauhiku dengan pandangan penuh dendam dan amarah.
Pak Viki bergerak bangun, melepaskan himpitannya dari tubuhku, aku kembali merintih, menahan perih saat batang kemaluannya tertarik keluar dari liang kemaluanku. Kuangkat kepalaku, kulihat ada bercak darah bercampur dengan cairan putih di sekitar pangkal pahaku. Aku menangis, pandanganku nanar, kutatap Pak Viki yang sedang berjalan menjauhiku dengan pandangan penuh dendam dan amarah.
Seluruh
tubuhku terasa sangat lemah, kucoba untuk bangun, tapi Pak Tondi sudah berada
di sampingku, dia menggerakan tangannya, menggulingkan tubuhku dan mulai
menggumuli tubuhku yang menelungkup, aku diam tak bergerak saat Pak Tondi
menciumi seluruh punggungku, sesaat kemudian dia bergerak ke arah belakang
tubuhku, merengkuh pinggangku dan menariknya ke belakang. Aku terhenyak,
tubuhku terseret ke belakang, lalu Pak Tondi mengangkat pinggulku ke atas,
membuat posisiku jadi setengah merangkak, kutopang tubuhku dengan kedua tangan
dan lututku, kepalaku menunduk lemas, rambut panjangku tergerai menutupi
seluruh wajahku, kepanikan kembali melandaku saat kurasakan batang penisnya
menempel dan bergesekan dengan bibir vaginaku.
“Livin..!
Kamu memang benar-benar cantik dan seksi..” gumam Pak Tandi sambil tangannya
meremasi pantatku, sementara batang penisnya terus menggesek-gesek di bibir
vaginaku.
“Ahh.!
Sakiitt..! Sudahh.. Sudah..! Hentikann..!! jeritku menahan sakit saat
kemaluannya mulai melesak masuk ke dalam liang vaginaku.
Kuangkat
punggung dan kedua lututku, menghindari hunjaman batang penisnya, tapi Pak Tandi
terus menahan tubuhku, memaksaku untuk tetap membungkuk. Seluruh otot di
punggungku menegang, tanganku mengepal keras, aku benar-benar tak kuasa menahan
perih saat penisnya terus melesak masuk, menggesek dinding vaginaku yang masih
luka dan lecet akibat pemerkosaan pertama tadi, kugigit bibirku sendiri saat
Pak Tandi mulai bergerak memompa tubuhku.
“Lepasskan..!
Sudah..! Hentikaann..!!” jeritku putus asa.
Nafasku
kembali tersengal sengal, tapi Pak Wawan terus memompaku dengan kasar sambil
tangannya meremasi pantatku, sesekali tangannya merengkuh pinggulku, menahan
tubuhku yang berusaha merangkak menjauhi tubuhnya, seluruh tubuhku kembali
terguncang, terombang ambing oleh gerakannya yang sedang memompaku.
Tiba
tiba kurasakan wajahku terangkat, kubuka mataku dan kulihat Pak Viki berjongkok
di depanku, meraih daguku dan mengangkatnya, Pak Viki tersenyum menatapku
dengan wajah penuh kemenangan, menatap buah dadaku yang menggantung dan
menggeletar, meremasnya dengan kasar, lalu Pak Viki mendekatkan wajahnya,
menyibakkan rambutku yang tergerai, sesaat kemudian, mulutnya kembali melumat
bibirku, mataku terpejam, air mataku kembali meleleh saat mulutnya dengan rakus
menciumi bibirku.
“Ahh..!!”
aku terpekik pelan saat Pak Tandi menyentakkan tubuhnya dan menekanku dengan
kuat.
Batang
penisnya terasa berdenyut keras di dalam lubang kemaluanku, lalu kurasakan
cairan hangat kembali menyembur di dalam liang rahimku, aku menyerah, aku sudah
tidak punya kekuatan lagi untuk melawan, kubiarkan saja Pak Tandi menyemburkan
dan mengisi liang kemaluanku dengan cairan spermanya.
“Periihh..!!”
rintihku pelan.
Pak
Tandi masih sempat menghunjamkan kemaluannya beberapa kali lagi ke dalam liang
vaginaku, menghabiskan sisa sisa ejakulasinya di dalam liang rahimku sebelum
akhirnya dia menariknya keluar melewati bibir vaginaku yang semakin terasa
perih.
Sedetik
kemudian satu kepalan tangan mendarat di wajahku. Aku terlempar ke samping,
pandanganku berkunang kunang, lalu gelap. Aku jatuh pingsan. Saat siuman aku
temukan foto-foto telanjangku berserakan di samping tubuhku dengan sebuah
pesan..
“Pastikan..!
Hanya Kita Bertiga yang Tahu..!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar